Kamis, 10 Mei 2012

Citra Diri Pengawas



BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Profesi pengawas guru Pendidikan Agama Islam merupakan pekerjaan yang mulia, karena berkat jasa pengawas ini para guru dapat mengetahui tentang berbagai hal termasuk tentang pengetahuan tentang tugas-tugas yang mesti dilaksanakan, baik yang berhubungan dengan sang Khaliq atau mahluknya yang terhampar di planet bumi ini. Tugas pengawas akan semakin meningkatkan guru yang hanya menyampaikan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), yang lebih penting adalah penanaman nilai-nilai islami (tansfer of islamic value) terhadap seluruh siswanya.
Agar pengajaran Agama Islam yang disampaikan guru dapat diterima dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka pengawaspun mestinya tampil dihadapan guru yang betul-betul sebagai digugu dan ditiru. Artinya antara apa yang disampaikan dengan kenyataan yang dipraktekkan sepatutnya selalu bersesuaian. Disini pengawas dituntut menjadi teladan bagi para guru dalam segala hal.













BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Citra Diri Pengawas
Kita mengetahui fisik diri kita manakala kita bercermin di depan kaca. Meski demikian, tanpa bercermin sekalipun kita dapat meihat diri kita. Gambaran diri ini akan cukup berpengaruh pada keseluruhan prilaku kita.
Gambaran diri kita mulai dibentuk sejak kita anak-anak, pada masa itu setiap orang membentuk identitasnya. Adanya identitas ini secara tidak sengaja telah menjadikan setiap orang berbeda dengan orang lain. Identitas ini berupa nama, jenis kelamin, atau apapun wujudnya menandakan bahwa diri kita berbeda dengan orang lain. Positif atau negatifnya gambaran diri seseorang tergantung pada pengalaman yang dimiliki dan dialaminya sejak masa kanak-kanak.
Gambaran diri yang telah dibentuk, biasanaya akan bertahan dan akan dipertahankan oleh yang bersangkutan serta tidak mudah untuk dirubah. Misalnya orang yang selalu berhasil dalam satu situasi tertentu, suatu kali gagal akan merasa bahwa hal itu suatu pengecualian. Atau jika seseorang yang selalu menganggap dirinya tida mampu apa-apa dalam hal memimpin orang lain, suatu kali diberikan kesempatan untuk memimpin masih tetap memiliki perasaan yang sama. Bahkan jika ia berhasil memimpin bawahannya, maka yang bersangkutan akan mengingkari pujian yang diterimanya dan merasa keberhasilan itu bakan karena dia mampu memimpin tetapi karena hal lain.
Seorang pengawas haruslah mengubah gambaran negatif tentang dirinya, dan berupaya menambahkan gambaran positif. Hal ini perlu dilakukan mengingat sebagai pengawas dirinya memiliki keharusan menampilkan pengetahuan, dan sikap positif pada para guru. Cermin negatif dari pengawas akan berdampak negatif pada diri guru.
1) Kesadaran diri
Dalam salah satu peristiwa Rasulullah saw pernah bersabda, bahwa seseorang belumlah layak dinyatakan sebagai seorang muslim, manakala yang bersangkutan belum mencintai saudaranya sesama muslim, sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri. Pesan Rasulullah yang disampaikan kepada umatnya ini menunjukkan adanya prasyarat sebelum seseorang dapat mencintasi sesama muslim sebagaimana dirinya mencintai dirinya sendiri.
Mencintai diri sendiri, tidak berarti harus egois dengan hanya melakukan aktivitas yang hanya untuk menyenangkan dirinya sendiri. Fenomena yang kerap terjadi adalah manusia melihat dirinya dari sudut pandangnya sendiri. Padahal setiap manusia tidak dapat lepas dari pandangan ataupun penilaian orang lain. Di sisi lain, kita tidak tahu dengan pasti bagaimana orang lain menilai diri kita, dan hanya cenderung mempercayai apa yang diyakininya ataupun diduganya sendiri, tanpa memperdulikan orang lain. Dugaan-dugaan ini dapat saja benar, namun bukan satu hal yang mustahil hal ini dapat menyesatkan diri kita. Secara pasti adanya dugaan itu mempengaruhi diri dalam bersikap dan bertingkah laku di hadapan orang banyak.
Kesadaran diri yang baik akan membentuk konsep diri yang positif dan konsep diri ini memiliki peranan penting dalam memperbaiki kepribadian dan gaya prilaku seseorang. Konsep diri merupakan gambaran mental mengenai dirinya sendiri yang mencakup semua karakteristik, kemampuan-kemampuan, ketidakmampuan dan hal-hal yang harus/tidak harus dilakukan, dan konsep diri seseorang dibentuk sejak masa kanak-kanaknya. Konsep diri positif dicirikan dengan indikator :
a. Menerima dirinya apa adanya
b. Memiliki kesadaran dan keinginan untuk mengurangi kelemahan-kelemahan yang dimilikinya berdasarkan informasi yang diterimanya.
Sebaliknya konsep diri neggatif dicirikan dengan :
a. Kurang memahami kelebihan ataupun kelemahan yang dimilikinya
b. Menolak umpan balik terhadap dirinya ( terutama jika hal itu negatif )
c. Konsep dirinya tidak dapat dirubah ( kaku )

2.2 Prilaku Pasif, Agresif, dan Asertif
Agresivitas kerap dimaknai sebagai segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang, fisik maupun psikologis, (Brehm & Kassin, 19993., Sears, dkk., 1994; Baron & Byrne, 1997), serangan atau tindak permusuhan pada orang lain (Chaplin, 1995). Breakwell (1998), dan Brigham (1991) memberi catatan bahwa perilaku tersebut bertentangan dengan kemauan korban, namun jika hal itu memang dikehendaki, maka tidak lagi masuk dalam katagori agresi. Breakwell mencontohkannya dengan perilaku seksual yang menyimpang, yang menghendaki adanya penyiksaan sebelum melakukan hubungan seks. Terlepas dari adanya keinginan korban atau tidak, Buss ( dalam Pearlman & Cozby, 1983 ) membagi agresi atas (1) agresi fisik/verbal, (2) aktif/pasif, (3) langsung/tidak langsung. Sementara itu, Dollard, dkk ( dalam Worchel & Cooper, 1986 ) menjelaskan bahwa arah agresi fisik dan verbal merupakan tipe yang lebih disukai, tetapi jika ekspresi agresinya mendapat rintangan maka tipe agresi yang lain seperti menyebar kabar burung atau membuat bahan ejekan si penyebab frustasi seringkali dilakukan.
Berkebalikan dengan perilaku agresif adalah perilaku pasif. Baik agresif ataupun pasif jelas tidak pada tempatnya dikembangkan tanpa ada sebab, apalagi bagi seorang pengawas. Jalan tengah yang harus ditempuh oleh pengawas adalah bersikap asertif. Untuk secara jelasnya tentang karakteristik dan elemen gaya serta faktor pendorong dari masing-masing perilaku dapat dilihat pada tabel berikut :

PRIAKU AGRESIF PRILAKU PASIF PRILAKU ASERTIF
• rasa percaya diri dan harga diri rendah
• tidak respek terhadap orang lain
• merendahkan orang
lain, merasa superior
• Tidak berminat pada perasaan dan pikiran orang lain
• Merasa marah pada
Orang lain dan cepat
menyalahkan
• Tidak mendengarkan atau tidak mengajukan
pertanyaan pada orang lain menolak umpan balik
• Rasa percaya diri dan harga diri rendah
• Tidak merespek pada diri sendiri
• Rendah diri

• Merasa inferior

• Perasaan dan pikiran
tentang diri negatif
• Lebih suka orang lain yang mengontrol situasi
• Merasa bersalah pada orang lain
• Motivasi menurun • Rasa percaya diri dan harga diri tinggi
• Respek terhadap diri sendiri dan orang lain mengambil tanggung jawab untuk dirinya
• Tertarik pada pikiran dan perasaan orang lain
• Mengajukan pertanyaaan
• Jujur dan langsung
• Mendengarkan orang lain
• Menanyai orang lain untuk mendapatkan umpan balik
Dari gambaran diatas, seorang pengawas hendaklah menghindari untuk bersikap agresif atau pasif. Sebab keduanya justru menjadikan bawahan tidak termotivasi untuk melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Namun meski demikian ada kalanya prilaku agresif dan pasif diperlakukan pada kondisi-kondisi tertentu. Situasi yang untuk berprilaku agresif atau pasif dapat dilihat pada tabel berikut ini :
PRILAKU PASIF PRILAKU AGRESIF
• Berhadapan dengan waktu yang terbatas
• Perhatikan intensitas perasaan
• Menimbang level emosi orang lain • Berhadapan dengan orang yang menentang peraturan
• Berhadapan dengan kemarahan, kebencian
• Berhadapan dengan tuntutan yang irrasional

Adapun penyebab prilaku agresi ini, yang pasti prilaku agresif dianggap sebagai gangguan dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya akan selalu diusahakan agar jangan sampai prilaku agresi ini muncul. Seorang pengawas harus menghindari prilaku agresi ini baik bersifat langsung ataupun tidak langsung, verbal apalagi yang bersifat fisik. Mengingat fungsinya sebagai pembina dari guru-guru di bawahnya, hendaknya harus diupayakan untuk bersikap lebih asertif.


2.3 Perilaku Profesi Pengawas
1. Menjadi Teladan
Profesi pengawas guru Pendidikan Agama Islam merupakan pekerjaan yang mulia, karena berkat jasa pengawas ini para guru dapat mengetahui tentang berbagai hal termasuk tentang pengetahuan tentang tugas-tugas yang mesti dilaksanakan, baik yang berhubungan dengan sang Khaliq atau mahluknya yang terhampar di planet bumi ini. Tugas pengawas akan semakin meningkatkan guru yang hanya menyampaikan ilmu pengetahuan (transfer of knowledge), yang lebih penting adalah penanaman nilai-nilai islami (tansfer of islamic value) terhadap seluruh siswanya.
Agar pengajaran Agama Islam yang disampaikan guru dapat diterima dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka pengawaspun mestinya tampil dihadapan guru yang betul-betul sebagai digugu dan ditiru. Artinya antara apa yang disampaikan dengan kenyataan yang dipraktekkan sepatutnya selalu bersesuaian. Disini pengawas dituntut menjadi teladan bagi para guru dalam segala hal.
Karena itu pengawas Pendidikan Agama Islam tidak boleh hanya meminta para guru mengerjakan yang baik sementara dirinya belum memulainya bahkan tidak melaksanakannya. Seperti halnya meminta guru dan muridnya untuk melaksanakan solat, sementara ia sendiri tidak melaksanakannya. Penekanan pada jenjang sekolah dasar ini harus dicontohkan secara langsung oleh gurunya. Aspek psikomotorik ini menjadi penentu keberhasilan guru agama dalam menanamkan nilai-nilai pendidikan islam.
Keteladanan pengawas Pendidikan Agama Islam ditunjukkan mulai dari cara berpakaian, berbicara, duduk, makan, beribadah, belajar, dll. Kunci sukses pendidikan islam salah satunya adalah keteladanan dari pengawas, antara ucapan dan tindakannya sehari – hari selalau sesuai dan bercermin dari ajaran islam.


2. Memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas
Salah satu kunci keberhasilan pengawas adalah memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas. Seberat apapun yang dihadapi oleh pengawas, hendaknya komitmen dan kesetiaan akan tugas itu akan melekat pada dirinya. Sebab dengan berpegang pada komitmen yang tinggi maka ia akan memperoleh kemudahan-kemudahan. Memang untuk menerapkan prinsip ini tidaklah ringan apalagi tempat tugasnya berada didaerah terpencil atau pedalaman. Tentu semua itu dapat menyurutkan semangat dalam menjalankan tugas. Tapi jika dicermati lebih mendalam bahwa pengawas pendidikan agama islam memiliki peran ganda. Pertama, sebagai penyejuk imani dan pemantau perkembangan proses belajar mengajar yang disampaikan para guru dilingkungan tugasnya dan penanaman nilai-nilai ajaran islam. Kedua, pemantau atau pengendali moralitas guru (atau lebih luas masyarakat). Dengan mengingat peran ganda yang mulia itu, pengwas Pendidikan Agama islam harus dapat menjunjung tinggi komitmennya dalam menjalankan tugas sehari-hari.
Bagaimanapun hebatnya kualitas seorang pengawas bila tidak dilandasi dengan komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas, tentu akan mengalami kegagalan. Sebaliknya banyak orang yang sukses dalam meniti profesinya karena komitmen dan semangatnya yang tinggi dalam menjalankan tugas selalu mendapat perhatian bagi tiap diri pengawas. Ini penting diperhatikan karena tugas yang dipikul adalah amanah yang harus dijalankan dengan sebaik-baiknya.
Oleh karena itu Islam memberi penilaian (derajat) yang tinggi bagi orang yang memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugasnya. Kesadaran inilah yang pernah ditunjukan oleh Khalifah kedua Umar Ibnu Khattab, dalam menjalanakn ke tugas ke khalifahannya dalam memimpin umat, ia junjung tinggi. Ia tidak pernah mengabaikan tugasnya. Begitu juga Khalifah yang saleh dari dinasti Umaiyah, Umar Ibnu Abdul Aziz, yang luar biasa komitmennya dalam menjalankan tugasnya sebagai Khalifah.
3. Kasih dan Sayang
Dalam tinjauan Psikologi perkembangan manusia dijelaskan bahwa setiap manusia termasuk guru agama islam sangat membutuhkan perhatian dan kasih sayang. Sentuhan kasih sayang dapat membantu perkembangan kepribadian mereka. Hal itu bukan berarti memanjakan guru-guru, melainkan pendekatan ini dilakukan sebagai representasi dari orang tua dilingkungan sekolah. Artinya pengawas sering membuat jarak antara dengan guru pendidikan agama islam tentu sama lain akan merasa jauh, tidak harmonis, terjadi kevakuman,dll. Akibatnya guru pendidikan agama islam merasa ketersaingan dalam kesehariannya disekolah. Proses hubungan semacam ini akan menimbulkan mental guru yang mudah rapuh dan akan melakukan pelarian pada hal-hal yang kurang baik bagi pertumbuhan mental dan profesionalismenya.
Perjuangan untuk melakukan yang terbaik disertai dengan rasa kasih sayang, akan memberikan sentuhan kesejukan dalam iman dan tugas profesional yang penuh dengan semangat untuk mencari hasil-hasil yang terbaik, dan dengan cara serta metodologi yang terbaik pula. Bila hal ini tidak terjadi, maka hasilnya bisa dirasakan dalam fenomena social dan kian mandulnya pendidikan yang dilaksanakan oleh para guru dilingkungan sekolahbelum lagi terjadi disintegrasi bangsa dan kenakalan-kenakalan lain yang membawa kehancuran bagi seluruh generasi bangsa ini.
Pada posisi seperti itu guru agama harus tampil terdepan dalam melakukan pendekatan dengan sentuhan kasih sayang sambil memberi nasehat-nasehat. Sehingga murid merasa diperhatikan dan dalam tinjauan psikologi agama, mental anak akan kembali pada posisi awal yaitu ingin selalu berjalan secara normal dan baik. Sikap kasih dan sayang yang ditunjukan oleh seorang guru akan memberikan daya ikat antara murid dengan gurunya.
4. Rapi dan Menyukai Kebersihan
Pengwasan Pendidikan Agama Islam dalam melaksanakan tugas sehari-hari dituntut untuk selalu tampil rapi. Sebab rapi merupakan symbol dan pancaran kepribadian yang dapat menarik orang menjadi simpatik kepadanya, sekaligus kerapian juga dapat mengontrol wibawa dan keanggunan bagi diri pelakunya.
Hal ini sangat penting untuk menjadi perhatian bagi pengawas pendidikan agama islam agar guru-guru dapat meniru penampilan pengawasnya.
Karena itu penampilan yang rapi menjadi suatu yang sangat penting bagi profesi seorang pengawas pendidikan agama islam. Jangan dibayangkan bahwa kerapian itu menuntut pakaian yang bagus atau mahal, justru sebaliknya, pakaian yang sederhana tetapi ditata secara rapi akan mengesankan nilainya menjadi mahal dalam perhatian orang yang melihatnya, prinsip inilah yang harus diterapkan dalam diri seorang pengawas maupun seorang guru.
Jadi pengawas pendidikan agama islam selain hanya berpenampilan rapi tetapi sekaligus ia harus menyukai kebersihan. Misalnya, dalam lingkungan sekolah melihat sampah kecil-kecil berserakan ia acuh saja. Dalam posisi seperti itu ia harus menunjukan kecintaanya kepada kebersihan sehingga muridnya dapat mencontohnya. Bukankah kebersihan itu merupakan bagian dari unsur keimanan kepada Allah. Dengan menyukai dan menjaga kebersihan berarti ia telah mengamalkan nilai-nilai keimanan kepada Allah.
5. Ramah dan Sabar
Salah satu kepribadian terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pengawas adalah sifat ramah dan sabar. Tugas pengawas bukanlah pekerjaan ringan tetapi suatu tugas yang cukup berat, karena mengarahkan potensi-potensi guru agar berkembang menjadi lebih dewasa, lebih berwibawa, dan sempurna. Karena proses belajar mengajar bersentuhan dengan aspek afektif dan psikomotorik maka sikap ramah menjadi suatu pendekatan yang sangat penting bagi guru dalam pranata pembelajarannya.
Keramahan yang ditunjukan oleh pengawas akan memunculkan guru menjadi inovatif dan kreatif. Keramahan ini penting, sebab terkadang ada pengawas yang keberatan jika pendapatnya dikoreksi oleh guru yang diawasinya dan berujung pada sikap amarah. Sikap seperti itu dapat mematikan kreatifitas guru.
Dalam menjalankan tugas sebagai pengawas, sikap ramah harus selalu diiringi dengan kesabaran. Sebab berhadapan dengan manusia bukanlah pekerjaan yang mudah. Tentu membutuhkan waktu yang lama, tidak bisa sesaat langsung jadi (instan). Oleh karena itu, pengawas dituntut memiliki kesabaran yang tinggi. Problem inilah yang harus ditunjukkan oleh pengwas dengan penampilan kesabaran yang tinggi.
6. Suka Memaafkan Orang Lain
Sikap penting lainnya yang harus dimiliki oleh seorang pengawas Pendidikan Agama Islam adalah ia harus suka memaafkan kesalahan orang lain. Jangan sampai pengawas mempunyai perasaan dendam terhadap orang lain.

7. Sopan dan Penuh Hormat
Dalam menjalankan tugas sehari-hari pengawas pendidikan Agama Islam hendaknya menampilkan kesopanan di tengah-tengah lingkungan sekolah dan di luar sekolah, baik dalam kaitannya dengan pola berpakaian atau pergaulannya. Hal ini menjaga kredibilitas seorang pengawas yang menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak. Sebab kesopanan merupakan bagian dari aplikasi akhlak tersebut.









BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Profesi pengawas guru Pendidikan Agama Islam merupakan pekerjaan yang mulia, karena berkat jasa pengawas ini para guru dapat mengetahui tentang berbagai hal termasuk tentang pengetahuan tentang tugas-tugas yang mesti dilaksanakan, baik yang berhubungan dengan sang Khaliq atau mahluknya yang terhampar di planet bumi ini.
Pengawas yang baik hendaknya memiliki sifat-sifat sebagai berikut: Menjadi teladan, memiliki komitmen yang tinggi dalam menjalankan tugas, kasih dan sayang, rapi dan menyukai kebersihan, ramah dan sabar, suka memaafkan orang lain serta sopan dan penuh hormat.
Kami menyadari sepenuhnya, masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Segala kritik dan saran yang bersifat membangun, kami nantikan demi kesempurnaan makalah di kemudian hari.
Akhir kata, kami selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Agama RI, 2005, Kepengawasan Pendidikan, Jakarta : Terbitan Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam Pada Sekolah Umum.
Departemen Agama RI.2006, model-model pelatihan bagi pengawas sekolah, jakarta, terbitan direktorat Pendidikan islam direktorat pendidikan madrasah.

0 komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.